Antara Persahabatan atau Cinta
Kenangan Masa Kecil
“ anak-anak perkenalkan teman
baru kita Nesya” ujar seorang guru sambil tersenyum
“
perkenalkan namaku Roy”
“
Namaku Rani”
“
Namaku Syamsudin”
“Namaku
Amel”
“
Namaku Bobby”
“Mulai
kini kita adalah kelompok badung, kelompok persahabatan yang takkan mungkin
terpisahkan”
***
“
Nesya, hei!” ujar seorang sahabat mengagetkanku
“
Aishhh, kucing tetangga mati karena bengong“ ujarnya lagi
“
Astagfirullahu“ ucapku benar-benar kaget
“
Merry aku betul-betul terkejut“ ujarku mengeluh
“ Siapa suruh bengong wee“ ledek
Merry sambil tersenyum lebar
Aku
pun hanya bisa diam dan tersenyum kecil, memandang Merry sangat senang sekali
meledekku. Saat itu cuaca betul-betul panas. Dahaga mulai kering. Suara hiruk
pikuk lalu lalang pejalan kaki menjadi pandangan yang tak asing lagi bagi ku.
Seorang pegawai toko siap cepat saji menjadi pekerjaan paruh waktuku
sehari-hari di samping itu akupun mengambil kuliah di bidang Pendidikan
Matematika. Ya... cita-cita yang ingin ku gapai menjadi seorang guru
Matematika. Dan sekarang aku sudah masuk semester lima.
“ Merry udah jam 3 nih... aku
pamit dulu ya, kalau bos datang biasa...“ ucapku sambil menghernyitkan dahi dan
tersenyum kecil
Merry langsung mengerti, Akupun
pergi pamit untuk ke tempat kuliahku, kuliah yang ku pilih adalah malam hari.
Aku yang hidup sendiri harus bisa membagi waktu, di mana aku harus bekerja
untuk mencari nafkah dan juga mengejar pendidikanku.
“Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiin“ suara
klakson mengagetkanku
“Ini orang ga punya mata ya,
emang jalanan punya nenek moyangnya sendiri apa?“ ujarku dalam hati dengan
wajah kesal ku.
“ Nesya “ ujar gadis di balik
kaca mobil sambil melambai tangannya
Aku bingung lalu kuhampiri mobil
yang mengklakson tadi. Akh... ternyata Ambar. Sahabat kuliahku yang kebetulan
juga ingin menuju kampus. Ambar menyuruhku masuk dan akupun memiliki teman yang
sama-sama menuju kampus.
Banyak cerita yang kami bagi
dalam perjalanan. Termasuk dalam kampus yang selama beberapa hari aku tak masuk
kuliah,dikarenakan aku sakit. Salah
satunya anak baru yang ada di jurusan pendidikan olah raga. Ambar sangat ingin
tahu siapa anak baru itu, mungkin salah satunya anak baru itu seorang pria. Ya,
dia seorang pria yang tampan menurut ambar hem… aku mulai penasaran lalu
kutanyakan siapa nama pria itu, dan ya tuhan... ternyata ambar tahu… nama pria
itu adalah Roy. Serentak aku terkejut, dadaku berdegup kencang Roy… apakah ia
teman masa kecilku hingga SMA itukah? Mana mungkin? Nama Roy itu banyak ujarku
dalam hati.
Ku buang pikiran jauh-jauh
tentang Roy teman masa kecilku itu. Walau aku sangat
merindukannya tapi mungkin itu hanya angan.
“Yuk
sudah sampai.“ Ujar Ambar
Kamipun
turun dari mobil, dan bersama-sama menuju kelas. Ambar pun masih melirik-lirik
berharap Roy ada disekitar kami. Dan ternyata nihil, Ambarpun kecewa. Dan
akhirnya sebelum masuk kelas Ambar mengajakku kekantin dan tetap pada
harapannya Ambar, Roy ada di kantin. Dan, OMG...Roy ada dikantin. Ambar
menarikku ke meja Roy, wajah Roy tak dapat kulihat jelas karena mataku memiliki
minus. Jika lihat dari jauh maka sedikit berbayang dan sialnya lagi aku tak
bawa kacamata.
Setapak
demi setapak kaki ku melangkah menuju meja Roy, dan akhirnya terlihat jelas.
Aku pun terkejut, ternyata Roy ini adalah teman masa kecilku. Ia melihatku dan
pergi berlalu begitu saja. Sepertinya kemarahannya masih tersimpan sangat rapih
di dalam dadanya. Dan aku, tubuhku pun kaku dan hanya bisa diam seribu bahasa.
Aku merindukan sahabatku tapi karena cinta, kami berpisah.
Awal
mula perselisihan kami di SMA. Saat masa
puber, akhirnya kami mengenal cinta. Persahabatanku dengan Roy, Rani, Syamsudin, Amel, dan Bobby akhirnya
berujung menjadi cinta. Cinta segi enam akhirnya melingkar dipersahabatan kami.
Aku menyukai Syamsudin,dan Syamsudin menyukaiku, Roy menyukai aku, Rani
menyukai Roy dan Bobby menyukai Rani dan Amel pun menyukai Bobby. Awalnya
perasaan itu terkubur selama satu tahun. Tapi karena Roy tak bisa menahannya
akhirnya terkuak lah jika aku menyukai Syamsudin. Semenjak itu Roy mulai
berubah, dan kesalah pahaman Rani kepadaku karena perhatian Roy terhadap ku
membuat kami renggang. Dan dalam sekejap persahabatan kami yang terbina selama
7 tahun hilang dalam sekejap. Saat kelas 2 SMA Roy memilih ikut ayahnya keluar
negeri tanpa berpamit pada kami. Ia pergi dan tak berkata apa-apa. Aku tak bisa
berkata apa-apa. Hingga kelulusan kami, kami yang tersisa menjadi
sendiri-sendiri. Syamsudin memilih untuk menjaga jarak demi persahabatan kami,
dia percaya suatu saat kami bisa kembali bersatu lagi. Tapi, usia Syamsudin tak panjang.
Cintanya terhadap alam membuat ia berumur pendek. Ia meninggal di gunung yang
ia daki. Gunung rinjani adalah gunung terakhir ia daki. Kesedihanku begitu
menyiksa, disamping aku kehilangan sahabatku aku pun harus kehilangan cinta
pertamaku untuk selamanya. Dan Syamsudin membawa cinta pertamaku dan tak
kembali lagi.
“ Nesya” ujar Ambar mengagetkanku
“Kenapa bengong, Roy sudah pergi”
ujar Ambar lagi
“ Yuk kejar!” ujar Ambar lagi
Aku hanya diam, tersenyum kecil
dan mengisyaratkan tidak. Ku raih kakiku untuk melangkah ke kelas. Ambar
bingung. Dan iapun membiarkanku pergi berlalu begitu saja.
Setibanya di kelas, aku hanya
duduk diam membayangkan kejadian tadi di kantin. Rasa sedihku membuat aku tak
bisa berpikir apa-apa. Ku raih buku mata pelajaran yang akan menjadi mata
pelajaran nanti. Ku paksa diriku untuk
melupakan kejadian tadi dan buku adalah pelarianku. Akh... akhirnya aku
menghela nafas memandang langit dinding atas, berharap kedepannya akan
baik-baik saja.
***
Pertemuan
dengan Rani
“
Hari ini gak ada kegiatan apa-apa kan Nesya?“ tanya Ambar kepadaku
“
Ke rumahku yuk, orang tuaku mau ke luar kota ada dinas di pekanbaru hanya ada
iparku dari bandung yang baru nikah. Yuk main yuk...“ Tanya ambar
“
Tidak ada kegiatan di hari minggu Ambar, tapi aku mau istirahat mau pakai hari
libur ini untuk istirahat“ ujarku dengan wajah memelas
“ya
udah istirahat di rumah saja, yuk“ ucap ambar sambil menarik lenganku.
Sesampainya
di rumah Ambar, aku pun di tarik ke kamarnya. Ambar menyuruhku istirahat di
kamarnya, dan dia pergi ke dapur untuk memeriksa makanan yang ada. Terdengar
suara wanita yang tak asing bagiku. Tapi aku menepisnya, bagiku hari libur
adalah hari yang berharga bagiku, aku tak mau membuang kesia-siaan untuk hari
yang berharga ini untuk istirahat. Adzan maghrib berkumandang tanpa sadar aku
melewati shalat ashar. Aku pun membangunkan diri untuk melaksanakan shalat
maghrib dan mengqadha shalat ashar yang tertinggal. Selesai dari shalat akupun
keluar dari kamar Ambar, yang ada ambar sendiri.
“ Mana sepupumu ambar, yang baru
menikah“ tanyaku kepada Ambar
”
tadi keluar dengan istrinya” jawab Ambar
“
Dan kau tak pergi dengan suamimu?“ tanya ku sambil meledek Ambar
“ Nanti jika aku menikah“ jawab
Ambar sambil mencibir bibirnya
“ calonnya sudah adakah?” tanyaku
dengan senyum merekah
“ Ada, hem… mungkin Roy hehehe…”
jawab Ambar
Tersentak
aku diam, dan tersenyum kecil. Akhirnya aku mengalihkan pertanyaan yang tak
berhubungan dengan Roy dan bercanda di malam itu. Aku ingin pulang, tapi
kuputuskan besok pagi saja sekalian berangkat kerja. Karena Ambar memintaku
begitu.
Keesokan
paginya, saat di meja makan
“
Ambar, temanmu sudah bangun kah? Kalau belum, bangunkan temanmu Ambar, biar
kita sarapan sama-sama“ tanya Bram sepupu Ambar
“
sudah dari subuh tadi, mungkin lagi siap-siap” jawab Ambar
“
oh ya sudah kita tunggu saja “ jawab Bram
“
Mas, tasnya sudah aku siapkan” jawab Rani istri Bram menghampiri suaminya dan
kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan bersama bibi (pembantu ambar).
Setapak
demi setapak tangga kuturunkan. Bersiap-siap menghampiri Ambar kalau aku mau
langsung berangkat saja. Tapi, Bram melarangku agar untuk ikut sarapan.
Dalam
hitungan detik saat berada di meja makan. PRANGGGGGG....
Piring
yang ada ditangan Rani terlepas dari tangannya, ia terkejut melihatku dan
akupun juga terkejut melihat Rani. Sahabatku yang marah padaku karena Roy.
Ternyata ada dihadapanku setelah menghilang 2 tahun setelah kelulusan sekolah
tanpa kabar. Dan tak pernah menegurku selama 3 tahun. Kami hanya diam, suaminya
bertanya “ ada apa?“ dan Ranipun berdalih tidak ada apa-apa.
Saat
itu di meja makan terasa aneh, suasana yang canggung walau sekali-kali ambar
dan Bram suka mengajak ku ngobrol tapi Rani hanya diam seribu bahasa. Tak ada
sapaan, hanya kediaman kelam lah yang menjadi patokannya untuk berpura-pura
tidak terjadi apa-apa.
Aku
dan Ambar berpamitan untuk kerja. Aku dan ambar memilih berangkat sama-sama
walau kami berbeda tempat kerjaan. Di keheningan dalam mobil akhirnya ku buka
mulutku untuk mengeluarkan kata-kata.
“ Ambar, sudah berapa lama mas
Bram menikah?“ tanyaku kepada Ambar
“
baru dua bulan Nes, kenapa?” jawab Ambar
“
tidak ada apa-apa“ jawabku
“
mereka sudah kenal lama ya ?“ tanyaku lagi
“ hemmmm, kenapa Nes,
Tanya-tanya? Nyesel ya karena mas Bram sudah nikah. Hehehe...“ ujar
Ambar meledekku
“
ia aku nyesel, kenapa kamu tak mengenalkan aku duluan “ ledekku dengan kesal
kecil kepada Nesya
“
mereka baru kenal Nes, mas Bram itu menikah karena di jodohkan.“ Jawab Ambar
“
di jodohkan?“ tanyaku bingung
“ jadi gini Nes, mas Bram itu
ternyata sudah dijodohkan sejak kecil oleh orang tuanya. Orang tua mbak Rani
dan mas Bram itu sahabatan, jadinya mereka memilih menjodohkan anak-anak
mereka. Mbak rani dan mas Bram juga baru tahu pas akan menikah
kemarin. Mereka pendekatan 2 bulan, awalnya mbak Rani ga mau, tapi karena
permintaan alm ayah mbak Rani yang terakhir. Akhirnya mbak Rani mau menikah
dengan mas Bram.“ Jawab Ambar
Aku
hanya diam, membayangkan betapa sedihnya sahabatku saat itu, sedangkan kami
sudah tak lagi di sampingnya. Aku tak tahu, seperti apa perasaan Rani saat itu.
Apakah ia masih suka Roy kah? Apakah ia merindukan kami kah? Apakah ia masih
marah padaku? Pertanyaan itu sedikit demi sedikit mampir di hatiku. Lalu,
seperti apakah kesedihannya, disaat ayahnya tiada dan harus menikah dengan
orang yang baru ia kenal. Semua itu menjadi penyesalan bagiku. Rasanya aku
ingin memeluknya tapi, saat mereview kejadian di meja makan tadi. Sepertinya hanya sia-sia.
“ nah bengong lagi....“ ujar
Ambar sambil menyetir mobilnya
Aku
hanya diam, dan senyum kecil. Ambar akhirnya lebih banyak bicara saat di dalam
mobil daripada aku. Dan
aku hanya menjawab seadanya agar Ambar pun tak curiga.
Mungkin perpisahan itu menjadi
hiasan dalam pertemuan
Mungkin pula kecemburuan cinta
menjadi lauk dalam suatu jalinan
Tapi, kesetian cinta persahabatan
menjadi obat dalam sebuah hubungan
Bukan karena kebencian ingin
meraih cinta yang akhirnya menjadi kosong
Bukan pula kemarahan karena tak
mendapatkan apa-apa
Hanya ego yang membaralah menjadi
pagar dalam sebuah hubungan
Aku berdiri menanti sebuah
kepastian
Kepastian dalam jawaban masa yang
telah berlalu
Kepastian kenangan indah yang
menghilang karena waktu
Kepastian untuk menarik noda-noda
menuju perpisahan yang tak sempurna
Dan
aku hanya menunggu, menunggu, menunggu
Hingga sang waktupun bosan dan
lelah dengan penantianku
***
Terkuncinya
pintu bersama Roy
“ Roy!! Roy!!Roy!!“
“ Roy!! Roy!! Roy!!” teriak
mahasiswa-mahasiswi histeris saat melihat pertandingan basket antar kampus
“ Pertandingan yang indah, Roy
pandai dalam permainan ini” ujarku dalam hati
Aku dan Ambar melihat pertandingan
persahabatan antar kampus itu. Kami menyaksikan pertandingan kampus itu dengan
antusias, berharap kampus kamilah juaranya.
Pertandingan
pun akhirnya selesai, semua mahasiswa tersenyum bahagia karena kamilah
pemenangnya dengan score 25 -20
poin.
“
yuk ke sana, mau ucapkan selamat ke Roy“ ujar Ambar menarik lenganku untuk ikut
dengannya
Kamipun sampai di mana Roy duduk
sambil minum airnya.
“ hai Roy” ujar Ambar
“ Selamat ya Roy” ujarnya Lagi
Roy hanya diam, melihat sekilas
lalu berusaha lalu pergi begitu saja. Ambar pun mengejarnya.
“ Roy ada apa? Kenapa setiap kali
kami datang, kamu selalu pergi begitu saja“
“ Maaf aku tak suka bicara dengan
orang yang belum aku kenal“ jawab Roy datar
“ Kalau begitu, perkenalkan aku
Ambar dan ini sahabatku Nesya“ jawab Ambar tanpa menyerah
Roy tak menyambut sapaan tangan
Ambar hanya berkata “ salam kenal” lalu pergi. Ambar hanya diam dan penasaran
dan berkata “ semakin dia bersikap seperti itu, aku makin suka Roy Nesya...”
ujar Ambar dengan wajah memerah. Aku hanya diam berharap,semua cepat berlalu
tanpa rasa canggung lagi di hati.
“ Ambar, aku mau cari pak Dzul
mau ngejar mata kuliahku yang tertinggal. Kamu mau ikut atau tidak?” tanyaku
untuk memastikan ambar mau ikut atau tidak.
“
tidak deh Nes, aku di kantin saja. Siapa
tahu Roy di sana. Hehehe…” jawan Ambar
Kami
pun berpisah, selama perjalanan menuju ruangan Pak Dzul. Ada gudang kosong yang
seakan di huni oleh seseorang. Aku pun terhenti. Mencari tahu untuk memastikan
kalau bayangan tadi hanya imajinasiku saja. Saat aku masuk, aku terkejut
ternyata itu Roy sedang ganti baju di gudang kosong. Dan sialnya pintu gudang
itu terkunci otomatis karena sudah lama tak terpakai dan berkarat atau
istilahnya rusak. Roy dan aku terkejut. Kami hanya bertatap mata dan memandang
dengan pandangan kosong. Aku pun berusaha lari dari pandangan itu dan mencoba
menggedor pintu itu memohon pertolongan untuk dibukakan pintu nya.
“ Ada orang di luarkah? Tolong
buka pintunya!“ ujarku sambil menggedor pintu gudang
“ Hallo, ada orang diluarkah? “
ujarku sambil teriak
Roy
hanya diam, duduk seakan sedang menunggu.
“ Hallo, ada orangkah?“ teriakku
sambil menggedor
“ seseorang akan lewat pukul 6
sore, jadi diam dan duduklah” akhirnya Roy membuka suaranya
Aku
hanya diam, dan duduk tanpa suara. Lima belas menit berlalu, tak ada kata-kata
yang keluar di mulut kami dan akhirnya akupun mulai membuka suara untuk
bertanya pada kawan lamaku itu.
“
Roy suka ke sinikah?“ tanyaku
Roy
hanya diam dan tak berkata apa-apa. Lima menit kemudian akhirnya suaranya
keluar dari mulutnya.
“
Bagaimana kabarnya Syamsudin?“ tanyanya kepadaku
Aku
terkejut dan menjawab “ baik, kabarnya baik sekali“
“
Hubunganmu dengannya?“ tanyanya lagi
Aku
tak sanggup menjawab dan mencoba menggedor pintu untuk dibukakan. Benar saat
pukul 18.00 seorang OB lewat dan datang saat mendengar gedoran tadi. Dia
bertanya apa yang kami lakukan, kami bilang kami terkunci dan OB itu akhirnya
percaya. Karena ternyata Roy suka ada di gudang itu untuk ganti baju. Roy
sangat tidak suka berada di ruang ganti baju karena fans di kampus menganggu
menurutnya begitu kata OB itu. Aku pun cepat-cepat menuju ruangan pak Dzul dan
ternyata pak Dzul sudah pulang, sungguh tak beruntung diriku. Dan mata kuliahku
hari ini terlewat begitu saja. Sungguh hari ini melelahkan bagiku.
***
Kecemburuan
Ambar
Akh...
helaan nafas kini sering menghampiri diriku. Merry pun kaget mendengarnya.
“
Ada apa Nes? Kok akhir-akhir ini sering sekali menghela nafas?“ Tanya Merry
“
Tidak apa-apa Merr, hanya saja akhir-akhir ini sering letih“ jawab ku
“ Sepertinya tidak, seperti ada
masalah “ ujar Merry lagi
“ Jika Merry bertemu dengan kawan
lama, apa yang akan Merry lakukan?” tanyaku
“ ya senanglah” jawab Merry
“
tapi, pertemuan kalian di awali konflik masa lalu. Sehingga saat bertemu terasa
canggung“
“
Apakah ini karena sahabat masa kecilmu dulu Ness?“ tanya merry untuk memastikan
pertanyaannya
“
Iya, aku bertemu dengan Roy di kampus dan aku bertemu dengan Ranny di rumah
Ambar.“
“
Kamu tahu... apa yang dilakukan Syamsudin sudah benar. Meskipun dia menyukaimu
tapi pada akhirnya persahabatannya lah yang jadi pilihannya. Kamu ingatkah saat
ada seorang temannya yang bilang, sebetulnya bisa saja Syamsudin ada bersama
dengan mu saat ini. Tapi karena menolong temannya di kaki bukit, akhirnya ia
pun ikut jadi korban di gunung itu. Rasanya sungguh bodoh untuk Syamsudin, tapi
akhirnya kita mengerti kenapa dia begitu. Karena jiwa kemanusiaannya lah yang
tinggi dan karena saat itu temannya yang menjadi korban di gunung Rinjani.
Kehabisan bahan makanan, tersesat dan kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Nes,
jika kamu dihadapkan dengan kondisi seperti itu kamu pun akan sama, memilih
menolong sahabatmu. Karena aku tahu dari kecil kamu terbentuk rasa
kesetiakawanan yang tinggi. “ ucap Merry serius
Aku
hanya diam, mereview kembali dan bertanya sebetulnya ada apa dengan kami.
Mengapa kami seperti ini? Apakah ego karena cinta lah yang membuat kami buta.
Bukankah kami bersahabat sangat baik , selalu menjalankan yang positif dan
saling menyemangatkan dalam hal pendidikan dan pergaulan yang baik, saling
percaya, dan saling membela selayaknya saudara sendiri. Lalu kenapa semua
berubah karena cinta monyet? Akh.. sudahlah sakit kepalaku memikirkannya. Harus
ku buang masa lalu karena aku harus hidup masa depan itu moto ku...
“
Merr... aku berangkat dulu ya, udah jam 14.30, mau berangkat kuliah dulu ya“
“ Ok...Good luck ya“ ujar Merry
memberi semangat
Pukul
15.30 akupun sampai di kampus, aku bertemu dengan Ambar. Wajah Ambar tak
bersahabat saat aku bertemu dengannya, serasa ada rasa marah bercampur kesal
kepada diriku. Aku pun memberanikan diri bertanya ke Ambar.
“
Ambar, apa kabar? Kenapa wajahmu di tekuk seperti itu?“ tanya ku sekedar
menyapa
“
ternyata kamu teman makan teman ya Nes“ jawab Ambar
“
Maksudmu Ambar? Loh kenapa marah-marah Mbar? Salah aku apa?“ tanya ku
“
Ini apa Nes? Aku menemukan dompet Roy di jalan dan di dalam dompet itu ada
fotomu dan Roy berdua“ jawab ambar
“
Kamu udah jadian kan dengan Roy“ jawab Ambar lagi
Aku
pun melihat foto itu, itu foto 5 tahun yang lalu saat kami sama-sama sekolah di
bangku SMA lalu. Ambarpun pergi berlalu tanpa menatapku, dan tanpa mau
mendengar penjelasanku. Ia cemburu dan marah karena selama ini yang mengejar
Roy adalah Ambar bukan aku.
Kelas
mata kuliahpun di mulai. Ambar memilih duduk menjauh dariku. Dan kini, aku
mulai kehilangan sahabat lagi karena Roy.
***
Diagnosa
yang mengejutkan
Seminggu
berlalu, dan Ambar pun tetap tak ingin bicara denganku. Cintanya terhadap Roy
ternyata sangat besar, hingga akhirnya pertemanan kamipun jadi korbannya.
Padahal aku sudah berusaha menjelaskannya.
Dan
aku mulai muak, dengan keadaan. Ku hampiri Roy dan mengundang nya untuk bicara
empat mata. Awalnya Roy menolak, dan akhirnya iapun menyetujui pertemuan empat
mata kami di gudang kosong tempat pertama kali kami terkurung di kampus.
“
Roy, ku mohon hentikan“ ujarku
“
apa yang harus aku hentikan? Aku tak berbuat apa-apa?“ jawab Roy bingung
“ cintamu Roy, tolong hentikan“
jawabku
Roy terkejut, pandangannya kosong.
Tak ada kata lagi yang keluar dari mulutnya. Hanya
kacau pikiran yang ada di dalam pandangannya.
“ hentikan cinta itu Roy, kita banyak
kehilangan karena cinta itu. Tolong hentikan” pintaku dengan nada sedih
“ bagaimana caraku
menghentikannya, semakin aku ingin melupakannya semakin kuat rasa itu. Tolong katakan
bagaimana cara menghentikannya? Katakan” ujar Roy membuang wajahnya dari
pandanganku
“ cinta yang kau miliki adalah
cinta buta Roy, tolong hentikan. Ku mohon”
Roy pun memilih pergi tanpa menjawab, dan
meninggalkan aku sendirian. Aku pun menangis. Tak ingin mereview tapi pandanganku
mereview semua masa lalu yang ku miliki.
Mata pelajaran ku pun ku lewati
hari itu, tak ada gairah ku lagi melakukan kegiatan apa-apa. Aku memilih pulang
dan tidur sepanjang hari.
***
Kokokan ayam menjadi nada di
subuh hari, suara tabuh yang bergendang menjadi alunan music indah. Nada-nada indah adzan menjadi irama
penyemangat bagi kaum muslimin yang ingin menunaikan ibadah shalat subuh. Jadi
teringat saat masa kecil kami di sekolah saat mengadakan mabit pramuka di
sekolah SD dulu. Kami ber-enam dengan semangat berada di barisan depan untuk
shalat shubuh, walaupun akhirnya kami yang
perempuan harus mundur menuju baris shaf wanita. Kami selalu kompak dalam mata
pelajaran agama, saling mereview bacaan untuk di Tanya jawab saat menuju ujian
hafalan. Selalu memberi semangat dan saling menasehati jika kami ada salah
dalam tingkah laku maupun perbuatan. Aku, Roy, Syamsudin, Ranny, Amel dan Bobby
adalah yang selalu di elu-elukan (dibanggakan) oleh guru kami karena kekompakan
kami dalam persahabatan di bidang pendidikan. Itu saat kami belum mengenal
cinta. Tapi kini saat mengenal cinta lawan jenis, semua berubah menjadi anda
siapa dan siapa.
Akh…
kepala ku sakit sekali. Rasanya benar-benar sakit. Sebenarnya sudah terlalu
sering sakit kepala aku rasakan. Tapi karena, aku menganggap enteng jadi tak ku
rasakan. Kini rasa sakit ini mulai menjadi, beberapa minggu lalu aku sempat
pingsan karena sakit kepala yang luar biasa. Dan tetap pada pendirianku, aku tak ingin di bawa ke
rumah sakit. Rasa traumaku di rumah sakit karena ibuku. Membuat aku tak ingin
berobat ke rumah sakit. Karena tak punya uang penanganan di rumah sakit
terabaikan. Bahkan sampai ibuku meninggalpun, pengobatannya belum berjalan.
Rasa kesalku pada rumah sakit berdampak pada diriku. Aku yang sebatang kara
yang di tinggal ayah menikah saat ibu masih ada. Membuat aku tidak untuk rumah
sakit.
Aku
pun memaksakan diri untuk bangun. Walau sakit tetap aku paksakan untuk
menjalankan kewajibanku sebagai kaum muslim. Sesudah menjalankan ibadah shalat
subuh. Kuputuskan untuk tidur lagi, tapi sakit yang luar biasa akhirnya membuat
aku menyerah dan memutuskan untuk ke rumah sakit nanti.
Pukul
09.00 aku pun pergi ke puskesmas dan
dokterpun merujukku untuk city scan di rumah sakit di kota kami. Aku pun
langsung pergi ke rumah sakit dan memeriksa diri untuk city scan. Untuk
hasilnya aku bisa menunggu beberapa jam. Dan aku pun memilih menunggu untuk
melihat hasilnya, aku menunggu dan akhirnya hasilnya diserahkan ke dokter yang
telah di rekomendasikan oleh dokter puskesmas tadi. Namanya dokter Dony, dokter
ini bertanya aku bersama siapa? Dan aku menjawab aku sendiri? Ia menyarankan
aku ke rumah sakit bersama keluargaku dan aku pun menjawab aku tak punya
siapa-siapa dan sebatang kara. Akhirnya dokter Dony menghela nafas dan
menjelaskan bahwa aku memiliki penyakit kanker otak. Serasa petir sedang
menghambar diriku, aku hanya diam mencoba menelaah apa yang dikatakan dokter
tadi. Bahwa akan ada perubahan mental yang aku rasakan dengan diiringi rasa
mual tiba-tiba, mengalami gangguan penglihatan kesulitan bergerak dan
lain-lain. Entah apa yang di katakan dokter selanjutnya aku tak mampu
mendengarnya. Aku pun pura-pura kuat, pura-pura tenang tapi sejujurnya aku
takut. Hingga akhirnya kuputuskan untuk pulang.
Di lorong-lorong rumah sakit. Aku
berjalan sambil mengingat apa yang dokter katakan. Hingga tanpa sadar aku
menabrak seseorang, dan ternyata itu Amel. Amel pun berusaha membantuku untuk
bangun, ia mencoba menyapaku. Karena pada dasarnya kami tak memiliki masalah.
“
ada apa Nesya? Kenapa kamu sepertinya sedih“ tanya Amel
“
tidak apa-apa Mel“ jawabku dengan senyum kecilku
“
Oh ya, Amel sedang apa di sini?“ tanyaku lagi
“
Aku kerja di sini“ jawab Amel dengan senyumnya
“
kerja?“
“
ya aku kerja di sini sebagai suster dan Bobby jadi dokter magang di sini, ia
jadi dokter bedah“ jawab Amel
“
baguslah “ jawab ku
“
kau sendiri Nes, sedang apa?“ tanya apa
Aku
kaget, ku belakangi hasil city scan ku agar ia tak tahu apa yang sedang terjadi
padaku.
“
tidak aku sedang besuk temanku“
“
siapa? Sakit apa?“
“
bukan siapa-siapa. Dia teman kampus ku kok.“
“
aku duluan ya Mell“ jawabku lagi
Aku
pun berlalu, tapi tanpa sadar kertas city scannya terjatuh dan akhirnya Amelpun
melihatnya. Ia berlari mengejar diriku. Tapi karena aku sudah jauh dan menaiki
mobil. Jadi tak terkejar oleh Amel.
***
Bersatunya
sahabat yang telah lama pudar
Diagnosa itu membuat aku larut
dalam kesedihan, dan perlahan-lahan gejala penyakit itu mulai ku rasakan. Rasa
sakit di pagi yang luar biasa. Muntah-muntah tanpa sebab, penglihatan yang
mulai berkurang membuat aku sedikit terganggu. Seminggu sudah aku tak masuk
kampus dan kerja. Hingga rekan kerja ku selalu bertanya kenapa aku tak
masuk. Dan jawaban ku selalu, aku tak enak badan. Tapi tidak untuk yang ada di
kampus, ternyata Amel mencariku di kampus hingga akhirnya ia bertemu dengan
Roy. Semua yang Amel tahu diberitahukan oleh Roy. Tentang kepergian Syamsudin,
pernikahan Ranny serta sakitnya aku. Akhirnya membuat kekhawatiran untuk
sahabat lamaku kecuali Ranny, karena Ranny tidak tahu untuk penyakit yang ku
derita. Ambar yang akhirnya tahu bahwa, saudara iparnya yaitu Ranny sahabatnya
akhirnya diberitahu. Saat mendengar penyakit yang di derita ku, Ranny pun
memutuskan untuk menemuiku. Mereka akhirnya bersama-sama mengunjungi tempat
yang aku tempati dan melihat kondisi keadaanku. Hanya tangisan yang jadi irama
di dalam ruangan kamar kecilku. Roy, Bobby, Amel dan Ranny... itulah hari di
mana aku bisa melihat mereka sebelum kondisiku mulai parah dan dua bulan
berlalu akhirnya aku di larikan ke rumah sakit. Kondisiku mulai
mengkhawatirkan. Ingatanku tentang mereka mulai menghilang, dan aku beruntung
selama aku sakit sahabat-sahabat kecilku lah yang merawatku. Tak ada lagi cinta
buta yang kami miliki. Cinta
yang sangat kuat ingin saling memiliki sudah tak ada lagi. Hingga pada
akhirnya…
“ Roy….” Ujarku dengan suara terengah-engah
menahan rasa sakit
“
Ia, aku ada di sini Nes….ada apa?” Jawab roy
“ Maaf untuk semuanya, maaf untuk
tak terbalas cinta yang kamu miliki Roy”
“ Kau bicara apa, Nes…sudah
lupakan” jawab Roy
“ tidak bisa roy, karena aku pun
juga egois dalam cintaku”
“ maksudnya Nes…apa?”
“ sampai saat ini….sampai saat
ini, aku sangat menyukai syamsudin… tapi… akhirnya… persahabatan lah jadi
pilihan kami”
“ Nes… sudah kita tak usah
membahas tentang cinta. Biar lah persahabatan ini yang menjadi abadi untuk kita
semua.”
“
tidak… aku ingin meminta izin pada mu….aku…aku... aku ingin menemui cintaku Roy..”
jawabku mulai terbata-bata
“ kenapa harus minta izin, Nes…
cinta itu lumrah Nes… kau berhak atas cinta yang saat ini kau miliki… kau
berhak mendapatkan. Dan kau berhak untuk bahagia” jawab Roy
“
kalau begitu… biarkan aku pergi Roy… Syam sudah datang menjemputku…aku ingin
pergi bersa....ma...nya.....“
Dalam
sekejap suasana tangis menjadi hiasan di ruangan ICU. Air mata Ranny, Amell,
Ambar serta Merry menjadi nada-nada dikeheningan
ruangan ICU. Bobby berusaha sekuat tenaga membuat pertolongan. Tapi pada
akhirnya perpisahan lah yang berlangsung saat itu. Dan Roy pun menalqin
(menuntun) ku dalam kalimat syahadat, dan dalam sekejap suasana menjadi gelap
segelap-gelapnya untuk selamanya.
Mungkin
bukan sebuah angan-angan
Mungkin
pula bukan sebuah omong kosong
Hidup
tetap berjalan
Waktu
tetap berputar
Dan hanya
sebuah kerinduan yang takkan bisa menghilang dari pelupuk kehidupan
Komentar
Posting Komentar