Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

Menyerah dengan Keadaan

Sinopsis 

Lina harus menelan pahit mendengar hinaan kata perawan tua. Ia harus bertarung dalam diri untuk melawan keluarga dan saudaranya.... Dan pada akhirnya ia menyerah dikarenakan sang adik terjerat pinjaman rentenir. Pernikahan yang didasari untuk melunasi hutang ternyata tak membuahkan hasil hutang tak terlunas dan masalah baru muncul hingga ia tak mampu berbuat apa-apa.

apa yang akan dilakukan Lina, apakah ia akan bunuh diri atau bertahan di dalam hidup rumah tangga yang penuh kepalsuan dan kebohongan?

atau Lina kabur dan meninggalkan adik tersayangnya?


Yuk baca cerita cerpen pertamaku... semoga bisa diambil hikmah dan pelajaran di setiap bab cerita... jangan lupa like dan follow ya teman-teman... see u


Bab .1 


 Emosi diri semakin meledak dalam kediaman

Berpaut bayangan masa lalu hingga menjadi tontonan yang menyakitkan dalam hati
Entah cintakah Tuhan padanya
Atau bencikah Tuhan padanya
Tak ada kebahagiaan bahkan senyuman dalam perjalanan hidupnya
Ia bagaikan boneka, yang harus diam dan mengikutu keinginan orang disekitarnya
Bahkan luka-luka yang tak bisa ia hilangkan dalam hidupnya
Dua buah kata yang akhirnya mengubah hidup dan perjalanan hidupnya.
Kata yang sangat keramat dikalangan wanita usia di atas 30 an, yaitu perawan tua.
Akh, kata perawan tua yang akhirnya menghancurkan semua langkah hidupnya.
Dan kini Lina hanya bisa bersembunyi merenung dikegelapan dan menahan luka yang makin menganga di dalam hidupnya.

"Sebenarnya Tuhan ingin apa dariku? Bukankah sudah kukatakan bahwa aku sangat lelah, lelah, lelah!


Cerita Penaku

Ketika ia melangkah, akan berbagai pertanyaan yang sama ia dengar dari sekitarnya. Tapi ia tak mampu menjawab dari pertanyaan yang diajukan.
Hidupnya memang monoton, saat fajar menyingsing ia hanya berangkat kerja sedangkan malam  tiba ia hanya ada di rumah. Padahalnya usianya sudah menginjak usia 30 tahun, tapi belum juga ia berkeluarga.
Dia tak pandai bergaul, sosok pendiam yang ia miliki menjadi pembatasan dalam berkomunikasi dengan orang lain, terutama lawan jenis.  Pernah sekali saat berhadapan dengan lawan jenis , ia tak mampu memandang bicara sekadar say hallo pun tak mampu. Ia tak seperti teman-teman kantor yang lain. Yang dengan cepat dapat pengganti pasangan jika mereka putus.
Namanya Siti. Wanita yang berparas ayu, berhijab besar, berkulit kuning langsat, berlesung pipit, dan memiliki tubuh kurus. Entah mengapa ia sulit sekali mendapat jodoh, kebanyakan orang yang berpikiran primitif selalu beranggapan karena hijabnya terlalu besar dan tak modis maka ia sulit mendapatkan jodoh dan juga ia memiliki julukan seorang pemilih
Tunggu dulu, jika memang dikarenakan hijab besar itu pasti tidak mungkin dan pemilih dari segi mana kah... bukankah seorang wanita harus memilih kaum adam karena imannya?
Itu juga yang dirasakan oleh Siti setiap kali dinas kantor dan bertemu orang baru lalu bertanya usia dan status single or merried. Dan setelah pertanyaan yang diajukan kepadanya di jawab, akhirnya secara tak tangsung Siti terdeterminasi sebagai seorang pemilih atau tak laku. Endingnya ia di anggap perawan tua.
Entah dari mana kata tidak laku atau juga perawan tua bisa dideskripsikan oleh masyarakat jika wanita tersebut belum menikah di atas usia 27 tahun. Jika kita tilik dari stigma dalam kehidupan dunia. Faktor utama masyarakat hingga berargumen seperti itu dikarenakan kurangnya ilmu agama yang membuat manusia itu sendiri dengan mudahnya mendikte manusia lain yang belum menikah serta mereka hanya melihat asal persoalan yang ditimbulkan oleh akibat dan tidak melihat maksud dari persoalan itu sendiri. Siti hanya diam dan menerima argumen itu dengan senyuman datar. Pernah terbesit dalam pikirannya jika ia berpacaran dan merubah jilbabnya menjadi modis, Apakah ia bisa cepat menikah? Pertanyaan itu akhirnya di tepis olehnya. Ia hanya bisa menjawab mungkin ada maksud lain dari ujian  yang ia hadapi. Karena ketakutan akan sang pencipta dan ketakutan yang akan dimunculkan oleh sebab akibat berpacaran, serta setanpun akan menjerumuskan manusia itu sendiri dengan  mengatas namakan cinta. Takut akan dosa, takut akan pandangan manusia lain, takut akan akibat buruk yang diterima sehingga merugikan diri sendiri serta menjadi aib. Takut akan sifat dasar manusia yaitu kesombongan. Serta yang terpenting takut akan murkaan sang Illahi.

                                                            ***
Juntaian anak tangga membopoh tubuh-nya ke lantai dua. Pelan-pelan tapi pasti, ia dan teman-teman yang dipanggil menaiki anak tangga satu persatu. Dengan hati bertanya-tanya “ ada apa, ada apa” ia dan ketiga temannya tetap melangkah kan kaki nya. Dan tibalah di penghujung pintu yang ditutupi dengan rapat. Hingga salah satu dari kami mengetuk pintu tersebut.

Tok… tok….tok…

“ ya, silahkan masuk” jawab seseorang dari dalam pintu ruangan
“ Selamat pagi pak.. !” jawab salah satu dari kami yaitu Rena
“ Selamat pagi. “ jawab pemilik ruangan tersebut yang tak lain adalah kepala HRD tempat Siti dan teman-temannya bekerja.
“ Maaf bapak mencari kami? “ tanya Siti dan ke tiga teman kantor lainnya serempak
“ Ia, silahkan duduk” jawab pak Ahmad selaku kepala HRD tempat kami bekerja
Dengan wajah teraut sedih dan ragu, Pak rahman hanya diam. Seakan penuh beban yang ia pikul dan harus ia keluarkan hari itu juga. Seakan ia tak mampu arah ke mana ia mulai berkata. Sudah 30 menit, akhirnya mulut pak Rahman terbuka, dengan raut wajah sedih ia pun berkata “seperti yang sudah kita dengar minggu lalu, perusahaan kita vailit hingga harus ditutup…” dengan suara terbata-bata kosakatanya pun terhenti
Siti dan ke tiga kawannya yang mendengar terkejut dari kosakata tersebut. Raut wajah merekapun pucat. Mereka hanya diam, air mata mereka pun membulir satu persatu. Mengangan akan terjadi apa hari esok. Dan akan seperti apa mereka di hari esok.
“ kami sudah berusaha sebisa mungkin, tapi sepertinya ini jawaban dari usaha kami....“ lanjut pak Ahmad dan suara terbata-batanya hingga terjadilah lolongan pilu di ruangan tersebut. Pak ahmad tak kuasa menahan air mata nya dan juga tak mampu berujar sepatah katapun, sehingga bu Nita selaku wakil dari kepala HRD mengambil ahli.
“ Seperti yang kita tahu, dikarenakan beberapa krisis yang kita hadapi beberapa minggu lalu. Baik dari dalam maupun dari luar,hingga menimbulkan vailit yang tak bisa dielakkan. Sesuai keputusan dan kesepakatan semua pihak maka dinyatakan perusahaan kita ini vailit. Semoga teman-teman tidak berkecil hati dan mau memaafkan kami, karena kami sudah sebisa mungkin agar perusahaan kita tak vailit tapi apa daya inilah akhir yang harus kita terima. “ ujar bu Nita dengan tegar
“ Oh ya, dan ini gaji serta beberapa uang pesangon yang telah kami siapkan, semoga ini bisa bermanfaat buat teman-teman“ ujar bu Nita lagi
Siti hanya diam, bibirnya kelu, tubuhnya mendingin, pikirannya kosong. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia harus menanggung adiknya yang masih sekolah dan sakit-sakitan. Jika ia menganggur bagaimana ia bisa bertahan hidup. Sedangkan usianya sudah menginjak usia 30 tahun, pendidikannya pun sebatas SMA, serta ia memakai hijab besar. Apakah akan ada perusahaan yang mau menerimanya memakai hijab besar? seperti kabar angin yang ia dengar, banyak perusahaan yang enggan menerima karyawan jika memakai hijab besar karena ditakutkan ia seorang teroris.
Sejenak ruangan itu memilu, hingga kami membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing. Setiba di rumah siti diam seribu bahasa, tak seperti hari kemarin, Siti pulang lebih cepat. Hingga menimbulkan beberapa pertanyaan dari adik Siti yaitu Herman namanya.
“ Kakak udah pulang? Kok cepat?“ tanya Herman
Herman adalah adik Siti satu-satunya, saat usia Herman 3 tahun ayah dan ibu mereka meninggal karena kecelakaan. Saat itu usia Siti 18 tahun. Dan kini usia Herman telah menginjak umur 15 tahun. Pernah sekali Herman merajuk “mengapa teman-temannya di jemput orang tua mereka. Mengapa hanya Herman yang tak ada orang tua dan hanya di jemput kakak saja.“ dan pertanyaan itu membuat hati Siti pilu, ia harus belajar menjelaskan serta harus belajar menjadi orang tua buat Herman yang sejak bayi kondisi Herman memang lemah dikarenakan sejak lahir ia memiliki lemah jantung. Seiring berlalunya waktu, Hermanpun dapat menerima kenyataan bahwa mereka tak memiliki orang tua. Dan juga tahu bahwa orang tua kami anak tunggal sehingga tak memiliki saudara dekat. Hanya nenek dari ayah Siti di kampung yang sudah tua renta yang tak mau Siti repotkan untuk mengurus adik kecilnya. Tapi entah kenapa tahun ini kondisi Herman mulai sakit-sakitan sehingga Siti harus giat bekerja agar bisa membiaya pengobatannya dikarenakan Herman tahun ini lebih sering keluar masuk rumah sakit.Tapi nyatanya Siti dirumahkan dikarenakan perusahaan yang ia naungi vailit.
“ Kok kakak pulang cepat?“ tanya Herman lagi
“ Ya… soalnya kerjaannya sudah selesai” jawab Siti. Entah selesai dari tugas pekerjaan atau selesai kerja diperusahaan itu menjadi kalimat rancu untuk Siti tetapi tidak untuk Herman, menurut Herman kakaknya pulang karena pekerjaannya selesai sehingga pulang cepat.
“ Kak… besok kalau kakak kerja pulangnya beli obat ya… soalnya obat Herman habis. “ pinta Herman
Siti hanya senyum tipis dan getir, ia tak tahu harus berkata apa, tapi yang jelas bagi Siti besok pagi sekali Siti harus cari kerja baru dan tidak mengatakan pada adiknya jikalau kakaknya sudah dirumahkan dari perusahaan.

                                                            ***
Malam berganti malam, bulan berganti bulan sudah 3 bulan Siti mencari pekerjaan, dan benar adanya mencari pekerjaan begitu sulit, apa lagi Siti berhijab besar. Terkadang saat ia akan diterima pekerjaan, Siti harus melepaskan hijabnya. Atau juga harus merubah hijabnya menjadi pendek dan modis. Entah keras hatinya Siti, siti menolak. Dan tetap mencari pekerjaan lain yang mau menerima hijabnya. Hingga pasarpun ia lamar sebagai penjaga toko. Tapi tetap, hasilnya nihil. Hanya tempat pencarian menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan hidup serta sambilan untuk mencari pekerjaan yang lain yaitu makanan kecil untuk sarapan pagi lontong sayur. Keputus asaan mulai menerpanya, doa yang ia panjatkan tiap malam dan pertanyaan-pertanyaan mengenai jodoh, rezeki dan lain-lain masih dipanjatkan doanya tiap malam. Entah apa maksud dari cobaan yang Siti hadapi. Dari hilangnya pekerjaan, tak menemukan pekerjaan pengganti serta kondisi adiknya yang mulai menurun kesehatannya serta harapan sandaran hati nya terhadap seseorang yang bisa melapangkan hatinya dan menemani hidupnya segera datang. Hati nya mulai ketir, buliran air mata terus membasahi kedua pipi dalam doanya. Ia pasrahkah nasibnya pada sang khalik. Dan berharap maksud terbaik dari ujian yang ia hadapi.
Hari berlalu dengan cepatnya, yang kemarin bulan juli kini berubah menjadi bulan desember. Hasilnya di awal bulan desember Siti mendapat pekerjaan, seminggu Siti berkerja kondisi Herman makin hari makin memburuk. Malam itu, Herman harus masuk ruang ICU. Tubuhnya mulai membiru, kondisinya makin melemah. Kesadarannya mulai hilang, suara yang keluar hanya kakak, di mana kakak, kakak dan kakak...Siti menangis dalam diam, ia tak sanggup melihat kondisi yang memilukan bagi dirinya. Tapi ia harus bertahan demi adik semata wayangnya. Ringkihan hati mulai menyayat hatinya. Seakan ajal ingin menjemput Herman. Terkadang Herman selalu berkata di jemput sama mama. Kepiluan Siti makin bertambah, takut kehilangan adalah faktor kesedihannya. Ia terus berdoa agar Herman disehatkan segera.
Tapi apa daya, malam itu. Awan hitam datang berarak, tepat pukul 21.00 Herman telah di ambil sang khalik, setelah mengucapkan kalimat syahadat dan menghembuskan nafas terakhir, Herman pergi dengan cerahnya.
Tinggal Siti yang berbalut dengan duka, akhirnya Siti mengerti kepergian Herman memberi jawaban untuk doa-doa nya selama ini. Andai ia tak dirumahkan mungkin Siti akan terus bekerja, bekerja dan bekerja hingga waktu bersama adiknya yang utama tak setotal ia berada di rumah. Dan sang khalik menginginkan keprioritas waktu Siti bersama adiknya sebelum Herman benar-benar di ambil, maka kenapa hingga sampai usia 30 tahun Siti belum bertemu dengan jodohnya.
                                                                        ***
Setahun setelah kepergian Herman, akhirnya kesendirian Siti memudar. Teman kantor Siti bernama Bagas menyukai Siti dan langsung melamar Siti tanpa pacaran. Merekapun menikah dan dikarunia 2 orang anak kembar. Sekarang Siti tak sendirian lagi, dan keyakinan Siti menjawab semua tanda tanya akan namanya jodoh, rezeki dan lain lain.
Karena Siti yakin, belum bertemunya Ia dengan jodohnya mungkin ada tahap yang harus ia lalui. Dan belum bertemunya ia dengan jodohnya bentuk kasih sayang Allah S.W.T kepada makhluknya walaupun akan menemukan duka dan luka. Karena dari demikian kesabaran, kesyukuran dan ketabahan itu adalah hasil prioritas yang akan di gapai, agar mendapatkan nilai yang indah. Berpikir positif adalah nilai yang baik untuk menjawab maksud dari problematika kehidupan yang ada. Dan kini, ia mendapatkan jawaban itu. Dan kesunyian dalam hidupnya mendapatkan akhir kebahagiaan yang tiada terkira.  Sepenggal pena untukmu harapanku.

~~end~~~
by. erni (catatan penaku)



Antara Persahabatan atau Cinta


                                                            Kenangan Masa Kecil

“ anak-anak perkenalkan teman baru kita Nesya” ujar seorang guru sambil tersenyum
“ perkenalkan namaku Roy”
“ Namaku Rani”
“ Namaku Syamsudin”
“Namaku Amel”
“ Namaku Bobby”

“Mulai kini kita adalah kelompok badung, kelompok persahabatan yang takkan mungkin terpisahkan”

                                                                        ***

“ Nesya, hei!” ujar seorang sahabat mengagetkanku
“ Aishhh, kucing tetangga mati karena bengong“ ujarnya lagi
“ Astagfirullahu“ ucapku benar-benar kaget
“ Merry aku betul-betul terkejut“ ujarku mengeluh
“ Siapa suruh bengong wee“ ledek Merry sambil tersenyum lebar
Aku pun hanya bisa diam dan tersenyum kecil, memandang Merry sangat senang sekali meledekku. Saat itu cuaca betul-betul panas. Dahaga mulai kering. Suara hiruk pikuk lalu lalang pejalan kaki menjadi pandangan yang tak asing lagi bagi ku. Seorang pegawai toko siap cepat saji menjadi pekerjaan paruh waktuku sehari-hari di samping itu akupun mengambil kuliah di bidang Pendidikan Matematika. Ya... cita-cita yang ingin ku gapai menjadi seorang guru Matematika. Dan sekarang aku sudah masuk semester lima.

“ Merry udah jam 3 nih... aku pamit dulu ya, kalau bos datang biasa...“ ucapku sambil menghernyitkan dahi dan tersenyum kecil
Merry langsung mengerti, Akupun pergi pamit untuk ke tempat kuliahku, kuliah yang ku pilih adalah malam hari. Aku yang hidup sendiri harus bisa membagi waktu, di mana aku harus bekerja untuk mencari nafkah dan juga mengejar pendidikanku.
“Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiin“ suara klakson mengagetkanku
“Ini orang ga punya mata ya, emang jalanan punya nenek moyangnya sendiri apa?“ ujarku dalam hati dengan wajah kesal ku.
“ Nesya “ ujar gadis di balik kaca mobil sambil melambai tangannya
Aku bingung lalu kuhampiri mobil yang mengklakson tadi. Akh... ternyata Ambar. Sahabat kuliahku yang kebetulan juga ingin menuju kampus. Ambar menyuruhku masuk dan akupun memiliki teman yang sama-sama menuju kampus.
Banyak cerita yang kami bagi dalam perjalanan. Termasuk dalam kampus yang selama beberapa hari aku tak masuk kuliah,dikarenakan aku sakit.  Salah satunya anak baru yang ada di jurusan pendidikan olah raga. Ambar sangat ingin tahu siapa anak baru itu, mungkin salah satunya anak baru itu seorang pria. Ya, dia seorang pria yang tampan menurut ambar hem… aku mulai penasaran lalu kutanyakan siapa nama pria itu, dan ya tuhan... ternyata ambar tahu… nama pria itu adalah Roy. Serentak aku terkejut, dadaku berdegup kencang Roy… apakah ia teman masa kecilku hingga SMA itukah? Mana mungkin? Nama Roy itu banyak ujarku dalam hati.
Ku buang pikiran jauh-jauh tentang Roy teman masa kecilku itu. Walau aku sangat merindukannya tapi mungkin itu hanya angan.
“Yuk sudah sampai.“ Ujar Ambar
Kamipun turun dari mobil, dan bersama-sama menuju kelas. Ambar pun masih melirik-lirik berharap Roy ada disekitar kami. Dan ternyata nihil, Ambarpun kecewa. Dan akhirnya sebelum masuk kelas Ambar mengajakku kekantin dan tetap pada harapannya Ambar, Roy ada di kantin. Dan, OMG...Roy ada dikantin. Ambar menarikku ke meja Roy, wajah Roy tak dapat kulihat jelas karena mataku memiliki minus. Jika lihat dari jauh maka sedikit berbayang dan sialnya lagi aku tak bawa kacamata.
Setapak demi setapak kaki ku melangkah menuju meja Roy, dan akhirnya terlihat jelas. Aku pun terkejut, ternyata Roy ini adalah teman masa kecilku. Ia melihatku dan pergi berlalu begitu saja. Sepertinya kemarahannya masih tersimpan sangat rapih di dalam dadanya. Dan aku, tubuhku pun kaku dan hanya bisa diam seribu bahasa. Aku merindukan sahabatku tapi karena cinta, kami berpisah.
Awal mula perselisihan kami  di SMA. Saat masa puber, akhirnya kami mengenal cinta. Persahabatanku dengan Roy,  Rani, Syamsudin, Amel, dan Bobby akhirnya berujung menjadi cinta. Cinta segi enam akhirnya melingkar dipersahabatan kami. Aku menyukai Syamsudin,dan Syamsudin menyukaiku, Roy menyukai aku, Rani menyukai Roy dan Bobby menyukai Rani dan Amel pun menyukai Bobby. Awalnya perasaan itu terkubur selama satu tahun. Tapi karena Roy tak bisa menahannya akhirnya terkuak lah jika aku menyukai Syamsudin. Semenjak itu Roy mulai berubah, dan kesalah pahaman Rani kepadaku karena perhatian Roy terhadap ku membuat kami renggang. Dan dalam sekejap persahabatan kami yang terbina selama 7 tahun hilang dalam sekejap. Saat kelas 2 SMA Roy memilih ikut ayahnya keluar negeri tanpa berpamit pada kami. Ia pergi dan tak berkata apa-apa. Aku tak bisa berkata apa-apa. Hingga kelulusan kami, kami yang tersisa menjadi sendiri-sendiri. Syamsudin memilih untuk menjaga jarak demi persahabatan kami, dia percaya suatu saat kami bisa kembali bersatu lagi. Tapi, usia Syamsudin tak panjang. Cintanya terhadap alam membuat ia berumur pendek. Ia meninggal di gunung yang ia daki. Gunung rinjani adalah gunung terakhir ia daki. Kesedihanku begitu menyiksa, disamping aku kehilangan sahabatku aku pun harus kehilangan cinta pertamaku untuk selamanya. Dan Syamsudin membawa cinta pertamaku dan tak kembali lagi. 

“ Nesya” ujar Ambar mengagetkanku
“Kenapa bengong, Roy sudah pergi” ujar Ambar lagi
“ Yuk kejar!” ujar Ambar lagi
Aku hanya diam, tersenyum kecil dan mengisyaratkan tidak. Ku raih kakiku untuk melangkah ke kelas. Ambar bingung. Dan iapun membiarkanku pergi berlalu begitu saja.
Setibanya di kelas, aku hanya duduk diam membayangkan kejadian tadi di kantin. Rasa sedihku membuat aku tak bisa berpikir apa-apa. Ku raih buku mata pelajaran yang akan menjadi mata pelajaran nanti.  Ku paksa diriku untuk melupakan kejadian tadi dan buku adalah pelarianku. Akh... akhirnya aku menghela nafas memandang langit dinding atas, berharap kedepannya akan baik-baik saja.

                                                            ***
                                                Pertemuan dengan Rani


“ Hari ini gak ada kegiatan apa-apa kan Nesya?“ tanya Ambar kepadaku
“ Ke rumahku yuk, orang tuaku mau ke luar kota ada dinas di pekanbaru hanya ada iparku dari bandung yang baru nikah. Yuk main yuk...“ Tanya ambar
“ Tidak ada kegiatan di hari minggu Ambar, tapi aku mau istirahat mau pakai hari libur ini untuk istirahat“ ujarku dengan wajah memelas
“ya udah istirahat di rumah saja, yuk“ ucap ambar sambil menarik lenganku.
Sesampainya di rumah Ambar, aku pun di tarik ke kamarnya. Ambar menyuruhku istirahat di kamarnya, dan dia pergi ke dapur untuk memeriksa makanan yang ada. Terdengar suara wanita yang tak asing bagiku. Tapi aku menepisnya, bagiku hari libur adalah hari yang berharga bagiku, aku tak mau membuang kesia-siaan untuk hari yang berharga ini untuk istirahat. Adzan maghrib berkumandang tanpa sadar aku melewati shalat ashar. Aku pun membangunkan diri untuk melaksanakan shalat maghrib dan mengqadha shalat ashar yang tertinggal. Selesai dari shalat akupun keluar dari kamar Ambar, yang ada ambar sendiri.

“ Mana sepupumu ambar, yang baru menikah“ tanyaku kepada Ambar
” tadi keluar dengan istrinya” jawab Ambar
“ Dan kau tak pergi dengan suamimu?“ tanya ku sambil meledek Ambar
“ Nanti jika aku menikah“ jawab Ambar sambil mencibir bibirnya
“ calonnya sudah adakah?” tanyaku dengan senyum merekah
“ Ada, hem… mungkin Roy hehehe…” jawab Ambar
Tersentak aku diam, dan tersenyum kecil. Akhirnya aku mengalihkan pertanyaan yang tak berhubungan dengan Roy dan bercanda di malam itu. Aku ingin pulang, tapi kuputuskan besok pagi saja sekalian berangkat kerja. Karena Ambar memintaku begitu.
Keesokan paginya, saat di meja makan
“ Ambar, temanmu sudah bangun kah? Kalau belum, bangunkan temanmu Ambar, biar kita sarapan sama-sama“ tanya Bram sepupu Ambar
“ sudah dari subuh tadi, mungkin lagi siap-siap” jawab Ambar
“ oh ya sudah kita tunggu saja “ jawab Bram
“ Mas, tasnya sudah aku siapkan” jawab Rani istri Bram menghampiri suaminya dan kembali menuju dapur untuk menyiapkan sarapan bersama bibi (pembantu ambar).
Setapak demi setapak tangga kuturunkan. Bersiap-siap menghampiri Ambar kalau aku mau langsung berangkat saja. Tapi, Bram melarangku agar untuk ikut sarapan.
Dalam hitungan detik saat berada di meja makan. PRANGGGGGG....
Piring yang ada ditangan Rani terlepas dari tangannya, ia terkejut melihatku dan akupun juga terkejut melihat Rani. Sahabatku yang marah padaku karena Roy. Ternyata ada dihadapanku setelah menghilang 2 tahun setelah kelulusan sekolah tanpa kabar. Dan tak pernah menegurku selama 3 tahun. Kami hanya diam, suaminya bertanya “ ada apa?“ dan Ranipun berdalih tidak ada apa-apa.
Saat itu di meja makan terasa aneh, suasana yang canggung walau sekali-kali ambar dan Bram suka mengajak ku ngobrol tapi Rani hanya diam seribu bahasa. Tak ada sapaan, hanya kediaman kelam lah yang menjadi patokannya untuk berpura-pura tidak terjadi apa-apa.
Aku dan Ambar berpamitan untuk kerja. Aku dan ambar memilih berangkat sama-sama walau kami berbeda tempat kerjaan. Di keheningan dalam mobil akhirnya ku buka mulutku untuk mengeluarkan kata-kata.
“ Ambar, sudah berapa lama mas Bram menikah?“ tanyaku kepada Ambar
“ baru dua bulan Nes, kenapa?” jawab Ambar
“ tidak ada apa-apa“ jawabku
“ mereka sudah kenal lama ya ?“ tanyaku lagi
“ hemmmm, kenapa Nes, Tanya-tanya? Nyesel ya karena mas Bram sudah nikah. Hehehe...“ ujar Ambar meledekku
“ ia aku nyesel, kenapa kamu tak mengenalkan aku duluan “ ledekku dengan kesal kecil kepada Nesya
“ mereka baru kenal Nes, mas Bram itu menikah karena di jodohkan.“ Jawab Ambar
“ di jodohkan?“ tanyaku bingung
“ jadi gini Nes, mas Bram itu ternyata sudah dijodohkan sejak kecil oleh orang tuanya. Orang tua mbak Rani dan mas Bram itu sahabatan, jadinya mereka memilih menjodohkan anak-anak mereka. Mbak rani dan mas Bram juga baru tahu pas akan menikah kemarin. Mereka pendekatan 2 bulan, awalnya mbak Rani ga mau, tapi karena permintaan alm ayah mbak Rani yang terakhir. Akhirnya mbak Rani mau menikah dengan mas Bram.“ Jawab Ambar
Aku hanya diam, membayangkan betapa sedihnya sahabatku saat itu, sedangkan kami sudah tak lagi di sampingnya. Aku tak tahu, seperti apa perasaan Rani saat itu. Apakah ia masih suka Roy kah? Apakah ia merindukan kami kah? Apakah ia masih marah padaku? Pertanyaan itu sedikit demi sedikit mampir di hatiku. Lalu, seperti apakah kesedihannya, disaat ayahnya tiada dan harus menikah dengan orang yang baru ia kenal. Semua itu menjadi penyesalan bagiku. Rasanya aku ingin memeluknya tapi, saat mereview kejadian di meja makan tadi. Sepertinya hanya sia-sia.
“ nah bengong lagi....“ ujar Ambar sambil menyetir mobilnya
Aku hanya diam, dan senyum kecil. Ambar akhirnya lebih banyak bicara saat di dalam mobil daripada aku. Dan aku hanya menjawab seadanya agar Ambar pun tak curiga.

Mungkin perpisahan itu menjadi hiasan dalam pertemuan
Mungkin pula kecemburuan cinta menjadi lauk dalam suatu jalinan
Tapi, kesetian cinta persahabatan menjadi obat dalam sebuah hubungan

Bukan karena kebencian ingin meraih cinta yang akhirnya menjadi kosong
Bukan pula kemarahan karena tak mendapatkan apa-apa
Hanya ego yang membaralah menjadi pagar dalam sebuah hubungan

Aku berdiri menanti sebuah kepastian
Kepastian dalam jawaban masa yang telah berlalu
Kepastian kenangan indah yang menghilang karena waktu
Kepastian untuk menarik noda-noda menuju perpisahan yang tak sempurna

Dan aku hanya menunggu, menunggu, menunggu
Hingga sang waktupun bosan dan lelah dengan penantianku

                                                                           ***
                                                Terkuncinya pintu bersama Roy

“ Roy!! Roy!!Roy!!“
“ Roy!! Roy!! Roy!!” teriak mahasiswa-mahasiswi histeris saat melihat pertandingan basket antar kampus
“ Pertandingan yang indah, Roy pandai dalam permainan ini” ujarku dalam hati
Aku dan Ambar melihat pertandingan persahabatan antar kampus itu. Kami menyaksikan pertandingan kampus itu dengan antusias, berharap kampus kamilah juaranya.
Pertandingan pun akhirnya selesai, semua mahasiswa tersenyum bahagia karena kamilah pemenangnya  dengan score 25 -20 poin. 
“ yuk ke sana, mau ucapkan selamat ke Roy“ ujar Ambar menarik lenganku untuk ikut dengannya
Kamipun sampai di mana Roy duduk sambil minum airnya.
“ hai Roy” ujar Ambar
“ Selamat ya Roy” ujarnya Lagi
Roy hanya diam, melihat sekilas lalu berusaha lalu pergi begitu saja. Ambar pun mengejarnya.
“ Roy ada apa? Kenapa setiap kali kami datang, kamu selalu pergi begitu saja“
“ Maaf aku tak suka bicara dengan orang yang belum aku kenal“ jawab Roy datar
“ Kalau begitu, perkenalkan aku Ambar dan ini sahabatku Nesya“ jawab Ambar tanpa menyerah
Roy tak menyambut sapaan tangan Ambar hanya berkata “ salam kenal” lalu pergi. Ambar hanya diam dan penasaran dan berkata “ semakin dia bersikap seperti itu, aku makin suka Roy Nesya...” ujar Ambar dengan wajah memerah. Aku hanya diam berharap,semua cepat berlalu tanpa rasa canggung lagi di hati.
“ Ambar, aku mau cari pak Dzul mau ngejar mata kuliahku yang tertinggal. Kamu mau ikut atau tidak?” tanyaku untuk memastikan ambar mau ikut atau tidak.
“ tidak deh Nes, aku di kantin saja. Siapa tahu Roy di sana. Hehehe…” jawan Ambar
Kami pun berpisah, selama perjalanan menuju ruangan Pak Dzul. Ada gudang kosong yang seakan di huni oleh seseorang. Aku pun terhenti. Mencari tahu untuk memastikan kalau bayangan tadi hanya imajinasiku saja. Saat aku masuk, aku terkejut ternyata itu Roy sedang ganti baju di gudang kosong. Dan sialnya pintu gudang itu terkunci otomatis karena sudah lama tak terpakai dan berkarat atau istilahnya rusak. Roy dan aku terkejut. Kami hanya bertatap mata dan memandang dengan pandangan kosong. Aku pun berusaha lari dari pandangan itu dan mencoba menggedor pintu itu memohon pertolongan untuk dibukakan pintu nya.
“ Ada orang di luarkah? Tolong buka pintunya!“ ujarku sambil menggedor pintu gudang
“ Hallo, ada orang diluarkah? “ ujarku sambil teriak
Roy hanya diam, duduk seakan sedang menunggu.
“ Hallo, ada orangkah?“ teriakku sambil menggedor
“ seseorang akan lewat pukul 6 sore, jadi diam dan duduklah” akhirnya Roy membuka suaranya
Aku hanya diam, dan duduk tanpa suara. Lima belas menit berlalu, tak ada kata-kata yang keluar di mulut kami dan akhirnya akupun mulai membuka suara untuk bertanya pada kawan lamaku itu.
“ Roy suka ke sinikah?“ tanyaku
Roy hanya diam dan tak berkata apa-apa. Lima menit kemudian akhirnya suaranya keluar dari mulutnya.
“ Bagaimana kabarnya Syamsudin?“ tanyanya kepadaku
Aku terkejut dan menjawab “ baik, kabarnya baik sekali“
“ Hubunganmu dengannya?“ tanyanya lagi
Aku tak sanggup menjawab dan mencoba menggedor pintu untuk dibukakan. Benar saat pukul 18.00 seorang OB lewat dan datang saat mendengar gedoran tadi. Dia bertanya apa yang kami lakukan, kami bilang kami terkunci dan OB itu akhirnya percaya. Karena ternyata Roy suka ada di gudang itu untuk ganti baju. Roy sangat tidak suka berada di ruang ganti baju karena fans di kampus menganggu menurutnya begitu kata OB itu. Aku pun cepat-cepat menuju ruangan pak Dzul dan ternyata pak Dzul sudah pulang, sungguh tak beruntung diriku. Dan mata kuliahku hari ini terlewat begitu saja. Sungguh hari ini melelahkan bagiku.

                                                                        ***

                                                            Kecemburuan Ambar

Akh... helaan nafas kini sering menghampiri diriku. Merry pun kaget mendengarnya.
“ Ada apa Nes? Kok akhir-akhir ini sering sekali menghela nafas?“ Tanya Merry
“ Tidak apa-apa Merr, hanya saja akhir-akhir ini sering letih“ jawab ku
“ Sepertinya tidak, seperti ada masalah “ ujar Merry lagi
“ Jika Merry bertemu dengan kawan lama, apa yang akan Merry lakukan?” tanyaku
“ ya senanglah” jawab Merry
“ tapi, pertemuan kalian di awali konflik masa lalu. Sehingga saat bertemu terasa canggung“
“ Apakah ini karena sahabat masa kecilmu dulu Ness?“ tanya merry untuk memastikan pertanyaannya
“ Iya, aku bertemu dengan Roy di kampus dan aku bertemu dengan Ranny di rumah Ambar.“
“ Kamu tahu... apa yang dilakukan Syamsudin sudah benar. Meskipun dia menyukaimu tapi pada akhirnya persahabatannya lah yang jadi pilihannya. Kamu ingatkah saat ada seorang temannya yang bilang, sebetulnya bisa saja Syamsudin ada bersama dengan mu saat ini. Tapi karena menolong temannya di kaki bukit, akhirnya ia pun ikut jadi korban di gunung itu. Rasanya sungguh bodoh untuk Syamsudin, tapi akhirnya kita mengerti kenapa dia begitu. Karena jiwa kemanusiaannya lah yang tinggi dan karena saat itu temannya yang menjadi korban di gunung Rinjani. Kehabisan bahan makanan, tersesat dan kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Nes, jika kamu dihadapkan dengan kondisi seperti itu kamu pun akan sama, memilih menolong sahabatmu. Karena aku tahu dari kecil kamu terbentuk rasa kesetiakawanan yang tinggi. “ ucap Merry serius
Aku hanya diam, mereview kembali dan bertanya sebetulnya ada apa dengan kami. Mengapa kami seperti ini? Apakah ego karena cinta lah yang membuat kami buta. Bukankah kami bersahabat sangat baik , selalu menjalankan yang positif dan saling menyemangatkan dalam hal pendidikan dan pergaulan yang baik, saling percaya, dan saling membela selayaknya saudara sendiri. Lalu kenapa semua berubah karena cinta monyet? Akh.. sudahlah sakit kepalaku memikirkannya. Harus ku buang masa lalu karena aku harus hidup masa depan itu moto ku...
“ Merr... aku berangkat dulu ya, udah jam 14.30, mau berangkat kuliah dulu ya“
“ Ok...Good luck ya“ ujar Merry memberi semangat
Pukul 15.30 akupun sampai di kampus, aku bertemu dengan Ambar. Wajah Ambar tak bersahabat saat aku bertemu dengannya, serasa ada rasa marah bercampur kesal kepada diriku. Aku pun memberanikan diri bertanya ke Ambar.
“ Ambar, apa kabar? Kenapa wajahmu di tekuk seperti itu?“ tanya ku sekedar menyapa
“ ternyata kamu teman makan teman ya Nes“ jawab Ambar
“ Maksudmu Ambar? Loh kenapa marah-marah Mbar? Salah aku apa?“ tanya ku
“ Ini apa Nes? Aku menemukan dompet Roy di jalan dan di dalam dompet itu ada fotomu dan Roy berdua“ jawab ambar
“ Kamu udah jadian kan dengan Roy“ jawab Ambar lagi
Aku pun melihat foto itu, itu foto 5 tahun yang lalu saat kami sama-sama sekolah di bangku SMA lalu. Ambarpun pergi berlalu tanpa menatapku, dan tanpa mau mendengar penjelasanku. Ia cemburu dan marah karena selama ini yang mengejar Roy adalah Ambar bukan aku.
Kelas mata kuliahpun di mulai. Ambar memilih duduk menjauh dariku. Dan kini, aku mulai kehilangan sahabat lagi karena Roy.
                                                            ***

                                                Diagnosa yang mengejutkan

Seminggu berlalu, dan Ambar pun tetap tak ingin bicara denganku. Cintanya terhadap Roy ternyata sangat besar, hingga akhirnya pertemanan kamipun jadi korbannya. Padahal aku sudah berusaha menjelaskannya.
Dan aku mulai muak, dengan keadaan. Ku hampiri Roy dan mengundang nya untuk bicara empat mata. Awalnya Roy menolak, dan akhirnya iapun menyetujui pertemuan empat mata kami di gudang kosong tempat pertama kali kami terkurung di kampus.
“ Roy, ku mohon hentikan“ ujarku
“ apa yang harus aku hentikan? Aku tak berbuat apa-apa?“ jawab Roy bingung
“ cintamu Roy, tolong hentikan“ jawabku
Roy terkejut, pandangannya kosong. Tak ada kata lagi yang keluar dari mulutnya. Hanya kacau pikiran yang ada di dalam pandangannya.
“ hentikan cinta itu Roy, kita banyak kehilangan karena cinta itu. Tolong hentikan” pintaku dengan nada sedih
“ bagaimana caraku menghentikannya, semakin aku ingin melupakannya semakin kuat rasa itu. Tolong katakan bagaimana cara menghentikannya? Katakan” ujar Roy membuang wajahnya dari pandanganku
“ cinta yang kau miliki adalah cinta buta Roy, tolong hentikan. Ku mohon”
 Roy pun memilih pergi tanpa menjawab, dan meninggalkan aku sendirian. Aku pun menangis. Tak ingin mereview tapi pandanganku mereview semua masa lalu yang ku miliki.
Mata pelajaran ku pun ku lewati hari itu, tak ada gairah ku lagi melakukan kegiatan apa-apa. Aku memilih pulang dan tidur sepanjang hari.
                                                            ***
Kokokan ayam menjadi nada di subuh hari, suara tabuh yang bergendang menjadi alunan music indah.   Nada-nada indah adzan menjadi irama penyemangat bagi kaum muslimin yang ingin menunaikan ibadah shalat subuh. Jadi teringat saat masa kecil kami di sekolah saat mengadakan mabit pramuka di sekolah SD dulu. Kami ber-enam dengan semangat berada di barisan depan untuk shalat shubuh, walaupun akhirnya kami  yang perempuan harus mundur menuju baris shaf wanita. Kami selalu kompak dalam mata pelajaran agama, saling mereview bacaan untuk di Tanya jawab saat menuju ujian hafalan. Selalu memberi semangat dan saling menasehati jika kami ada salah dalam tingkah laku maupun perbuatan. Aku, Roy, Syamsudin, Ranny, Amel dan Bobby adalah yang selalu di elu-elukan (dibanggakan) oleh guru kami karena kekompakan kami dalam persahabatan di bidang pendidikan. Itu saat kami belum mengenal cinta. Tapi kini saat mengenal cinta lawan jenis, semua berubah menjadi anda siapa dan siapa.
Akh… kepala ku sakit sekali. Rasanya benar-benar sakit. Sebenarnya sudah terlalu sering sakit kepala aku rasakan. Tapi karena, aku menganggap enteng jadi tak ku rasakan. Kini rasa sakit ini mulai menjadi, beberapa minggu lalu aku sempat pingsan karena sakit kepala yang luar biasa. Dan tetap pada pendirianku, aku tak ingin di bawa ke rumah sakit. Rasa traumaku di rumah sakit karena ibuku. Membuat aku tak ingin berobat ke rumah sakit. Karena tak punya uang penanganan di rumah sakit terabaikan. Bahkan sampai ibuku meninggalpun, pengobatannya belum berjalan. Rasa kesalku pada rumah sakit berdampak pada diriku. Aku yang sebatang kara yang di tinggal ayah menikah saat ibu masih ada. Membuat aku tidak untuk rumah sakit.
Aku pun memaksakan diri untuk bangun. Walau sakit tetap aku paksakan untuk menjalankan kewajibanku sebagai kaum muslim. Sesudah menjalankan ibadah shalat subuh. Kuputuskan untuk tidur lagi, tapi sakit yang luar biasa akhirnya membuat aku menyerah dan memutuskan untuk ke rumah sakit nanti.
Pukul 09.00  aku pun pergi ke puskesmas dan dokterpun merujukku untuk city scan di rumah sakit di kota kami. Aku pun langsung pergi ke rumah sakit dan memeriksa diri untuk city scan. Untuk hasilnya aku bisa menunggu beberapa jam. Dan aku pun memilih menunggu untuk melihat hasilnya, aku menunggu dan akhirnya hasilnya diserahkan ke dokter yang telah di rekomendasikan oleh dokter puskesmas tadi. Namanya dokter Dony, dokter ini bertanya aku bersama siapa? Dan aku menjawab aku sendiri? Ia menyarankan aku ke rumah sakit bersama keluargaku dan aku pun menjawab aku tak punya siapa-siapa dan sebatang kara. Akhirnya dokter Dony menghela nafas dan menjelaskan bahwa aku memiliki penyakit kanker otak. Serasa petir sedang menghambar diriku, aku hanya diam mencoba menelaah apa yang dikatakan dokter tadi. Bahwa akan ada perubahan mental yang aku rasakan dengan diiringi rasa mual tiba-tiba, mengalami gangguan penglihatan kesulitan bergerak dan lain-lain. Entah apa yang di katakan dokter selanjutnya aku tak mampu mendengarnya. Aku pun pura-pura kuat, pura-pura tenang tapi sejujurnya aku takut. Hingga akhirnya kuputuskan untuk pulang.
Di lorong-lorong rumah sakit. Aku berjalan sambil mengingat apa yang dokter katakan. Hingga tanpa sadar aku menabrak seseorang, dan ternyata itu Amel. Amel pun berusaha membantuku untuk bangun, ia mencoba menyapaku. Karena pada dasarnya kami tak memiliki masalah.
“ ada apa Nesya? Kenapa kamu sepertinya sedih“ tanya Amel
“ tidak apa-apa Mel“ jawabku dengan senyum kecilku
“ Oh ya, Amel sedang apa di sini?“ tanyaku lagi
“ Aku kerja di sini“ jawab Amel dengan senyumnya
“ kerja?“
“ ya aku kerja di sini sebagai suster dan Bobby jadi dokter magang di sini, ia jadi dokter bedah“ jawab Amel
“ baguslah “ jawab ku
“ kau sendiri Nes, sedang apa?“ tanya apa
Aku kaget, ku belakangi hasil city scan ku agar ia tak tahu apa yang sedang terjadi padaku.
“ tidak aku sedang besuk temanku“
“ siapa? Sakit apa?“
“ bukan siapa-siapa. Dia teman kampus ku kok.“
“ aku duluan ya Mell“ jawabku lagi
Aku pun berlalu, tapi tanpa sadar kertas city scannya terjatuh dan akhirnya Amelpun melihatnya. Ia berlari mengejar diriku. Tapi karena aku sudah jauh dan menaiki mobil. Jadi tak terkejar oleh Amel.

                                                              ***
                                    Bersatunya sahabat yang telah lama pudar

Diagnosa itu membuat aku larut dalam kesedihan, dan perlahan-lahan gejala penyakit itu mulai ku rasakan. Rasa sakit di pagi yang luar biasa. Muntah-muntah tanpa sebab, penglihatan yang mulai berkurang membuat aku sedikit terganggu. Seminggu sudah aku tak masuk kampus dan kerja. Hingga rekan kerja ku selalu bertanya kenapa aku tak masuk. Dan jawaban ku selalu, aku tak enak badan. Tapi tidak untuk yang ada di kampus, ternyata Amel mencariku di kampus hingga akhirnya ia bertemu dengan Roy. Semua yang Amel tahu diberitahukan oleh Roy. Tentang kepergian Syamsudin, pernikahan Ranny serta sakitnya aku. Akhirnya membuat kekhawatiran untuk sahabat lamaku kecuali Ranny, karena Ranny tidak tahu untuk penyakit yang ku derita. Ambar yang akhirnya tahu bahwa, saudara iparnya yaitu Ranny sahabatnya akhirnya diberitahu. Saat mendengar penyakit yang di derita ku, Ranny pun memutuskan untuk menemuiku. Mereka akhirnya bersama-sama mengunjungi tempat yang aku tempati dan melihat kondisi keadaanku. Hanya tangisan yang jadi irama di dalam ruangan kamar kecilku. Roy, Bobby, Amel dan Ranny... itulah hari di mana aku bisa melihat mereka sebelum kondisiku mulai parah dan dua bulan berlalu akhirnya aku di larikan ke rumah sakit. Kondisiku mulai mengkhawatirkan. Ingatanku tentang mereka mulai menghilang, dan aku beruntung selama aku sakit sahabat-sahabat kecilku lah yang merawatku. Tak ada lagi cinta buta yang kami miliki. Cinta yang sangat kuat ingin saling memiliki sudah tak ada lagi. Hingga pada akhirnya…

“  Roy….” Ujarku dengan suara terengah-engah menahan rasa sakit
“  Ia, aku ada di sini Nes….ada apa?” Jawab roy
“ Maaf untuk semuanya, maaf untuk tak terbalas cinta yang kamu miliki Roy”
“ Kau bicara apa, Nes…sudah lupakan” jawab Roy
“ tidak bisa roy, karena aku pun juga egois dalam cintaku”
“ maksudnya Nes…apa?”
“ sampai saat ini….sampai saat ini, aku sangat menyukai syamsudin… tapi… akhirnya… persahabatan lah jadi pilihan kami”
“ Nes… sudah kita tak usah membahas tentang cinta. Biar lah persahabatan ini yang menjadi abadi untuk kita semua.”
“ tidak… aku ingin meminta izin pada mu….aku…aku... aku ingin menemui cintaku Roy..” jawabku mulai terbata-bata
“ kenapa harus minta izin, Nes… cinta itu lumrah Nes… kau berhak atas cinta yang saat ini kau miliki… kau berhak mendapatkan. Dan kau berhak untuk bahagia” jawab Roy
“ kalau begitu… biarkan aku pergi Roy… Syam sudah datang menjemputku…aku ingin pergi bersa....ma...nya.....“
Dalam sekejap suasana tangis menjadi hiasan di ruangan ICU. Air mata Ranny, Amell, Ambar serta Merry menjadi nada-nada dikeheningan ruangan ICU. Bobby berusaha sekuat tenaga membuat pertolongan. Tapi pada akhirnya perpisahan lah yang berlangsung saat itu. Dan Roy pun menalqin (menuntun) ku dalam kalimat syahadat, dan dalam sekejap suasana menjadi gelap segelap-gelapnya untuk selamanya.


Mungkin bukan sebuah angan-angan
Mungkin pula bukan sebuah omong kosong
Hidup tetap berjalan
Waktu tetap berputar

Dan hanya sebuah kerinduan yang takkan bisa menghilang dari pelupuk kehidupan

Sarden Ikan

  Gambar Sarden Ikan Sumber foto https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTHOuY_QEXxiMUonvI4qXNyGCakP2I4_zpspA&usqp=CAU Bah...