Cerita Penaku
Ketika ia melangkah, akan berbagai pertanyaan yang sama ia dengar dari
sekitarnya. Tapi ia tak mampu menjawab dari pertanyaan yang diajukan.
Hidupnya memang monoton, saat fajar menyingsing ia hanya berangkat kerja
sedangkan malam tiba ia hanya ada di rumah.
Padahalnya
usianya sudah menginjak usia 30 tahun, tapi belum juga ia berkeluarga.
Dia tak pandai bergaul,
sosok pendiam yang ia miliki menjadi pembatasan dalam berkomunikasi dengan
orang lain, terutama lawan jenis. Pernah
sekali saat berhadapan dengan lawan jenis , ia tak mampu memandang bicara
sekadar say hallo pun tak mampu. Ia tak seperti teman-teman kantor yang
lain. Yang dengan cepat dapat pengganti pasangan jika mereka putus.
Namanya Siti. Wanita yang berparas ayu, berhijab
besar, berkulit kuning
langsat, berlesung pipit, dan memiliki tubuh kurus. Entah mengapa ia sulit
sekali mendapat jodoh, kebanyakan orang yang berpikiran primitif selalu
beranggapan karena hijabnya terlalu besar dan tak modis maka ia sulit mendapatkan
jodoh dan juga ia memiliki julukan seorang pemilih
Tunggu dulu, jika memang dikarenakan hijab besar itu pasti tidak mungkin
dan pemilih dari segi mana kah... bukankah seorang wanita harus memilih kaum
adam karena imannya?
Itu juga yang dirasakan oleh Siti setiap kali dinas kantor dan bertemu
orang baru lalu bertanya usia dan status single or merried. Dan setelah
pertanyaan yang diajukan kepadanya di jawab, akhirnya secara tak tangsung Siti
terdeterminasi sebagai seorang pemilih atau tak laku. Endingnya ia di anggap
perawan tua.
Entah dari mana kata tidak laku atau juga perawan tua bisa dideskripsikan
oleh masyarakat jika wanita tersebut belum menikah di atas usia 27 tahun. Jika
kita tilik dari stigma dalam kehidupan dunia. Faktor utama masyarakat hingga
berargumen seperti itu dikarenakan kurangnya ilmu agama yang membuat manusia
itu sendiri dengan mudahnya mendikte manusia lain yang belum menikah serta
mereka hanya melihat asal persoalan yang ditimbulkan oleh akibat dan tidak
melihat maksud dari persoalan itu sendiri. Siti hanya diam dan menerima argumen
itu dengan senyuman datar. Pernah terbesit dalam pikirannya jika ia berpacaran
dan merubah jilbabnya menjadi modis, Apakah ia bisa cepat menikah? Pertanyaan
itu akhirnya di tepis olehnya. Ia hanya bisa menjawab mungkin ada
maksud lain dari ujian yang ia hadapi.
Karena ketakutan akan sang pencipta dan ketakutan yang akan dimunculkan oleh
sebab akibat berpacaran, serta setanpun akan menjerumuskan manusia itu sendiri
dengan mengatas namakan cinta. Takut
akan dosa, takut akan pandangan manusia lain, takut akan akibat buruk yang
diterima sehingga merugikan diri sendiri serta menjadi aib. Takut akan sifat
dasar manusia yaitu kesombongan. Serta yang terpenting takut akan murkaan sang
Illahi.
***
Juntaian anak tangga
membopoh tubuh-nya ke lantai dua. Pelan-pelan tapi pasti, ia dan teman-teman
yang dipanggil menaiki anak tangga satu persatu. Dengan hati bertanya-tanya “
ada apa, ada apa” ia dan ketiga temannya tetap melangkah kan kaki nya. Dan
tibalah di penghujung pintu yang ditutupi dengan rapat. Hingga salah satu dari
kami mengetuk pintu tersebut.
Tok… tok….tok…
“ ya, silahkan masuk” jawab seseorang dari dalam pintu ruangan
“ Selamat pagi pak.. !” jawab
salah satu dari kami yaitu Rena
“ Selamat pagi. “ jawab
pemilik ruangan tersebut yang tak lain adalah kepala HRD tempat Siti dan
teman-temannya bekerja.
“ Maaf bapak mencari kami?
“ tanya Siti dan ke tiga teman kantor lainnya serempak
“ Ia, silahkan duduk”
jawab pak Ahmad selaku kepala HRD tempat kami bekerja
Dengan wajah teraut sedih dan ragu, Pak rahman hanya diam. Seakan penuh
beban yang ia pikul dan harus ia keluarkan hari itu juga. Seakan
ia tak mampu arah ke mana ia mulai berkata. Sudah 30 menit, akhirnya mulut pak
Rahman terbuka, dengan raut wajah sedih ia pun berkata “seperti yang sudah kita
dengar minggu lalu, perusahaan kita vailit hingga harus ditutup…” dengan suara
terbata-bata kosakatanya pun terhenti
Siti dan ke tiga kawannya yang mendengar terkejut dari kosakata
tersebut. Raut wajah merekapun pucat. Mereka hanya diam, air mata mereka pun
membulir satu persatu. Mengangan akan terjadi apa hari esok. Dan akan seperti
apa mereka di hari esok.
“ kami sudah berusaha sebisa mungkin, tapi sepertinya ini jawaban dari
usaha kami....“ lanjut pak Ahmad dan suara terbata-batanya hingga terjadilah
lolongan pilu di ruangan tersebut. Pak ahmad tak kuasa menahan air mata nya dan
juga tak mampu berujar sepatah katapun, sehingga bu Nita selaku wakil dari
kepala HRD mengambil ahli.
“ Seperti yang kita tahu, dikarenakan beberapa krisis yang kita hadapi
beberapa minggu lalu. Baik dari dalam maupun dari luar,hingga menimbulkan
vailit yang tak bisa dielakkan. Sesuai keputusan dan kesepakatan semua pihak
maka dinyatakan perusahaan kita ini vailit. Semoga teman-teman tidak berkecil
hati dan mau memaafkan kami, karena kami sudah sebisa mungkin agar perusahaan
kita tak vailit tapi apa daya inilah akhir yang harus kita terima. “ ujar bu
Nita dengan tegar
“ Oh ya, dan ini gaji serta beberapa uang pesangon yang telah kami
siapkan, semoga ini bisa bermanfaat buat teman-teman“ ujar bu Nita lagi
Siti hanya diam, bibirnya kelu, tubuhnya mendingin, pikirannya kosong.
Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia harus menanggung adiknya yang masih
sekolah dan sakit-sakitan. Jika ia menganggur bagaimana ia bisa bertahan hidup.
Sedangkan usianya sudah menginjak usia 30 tahun, pendidikannya pun sebatas SMA,
serta ia memakai hijab besar. Apakah akan ada perusahaan yang mau menerimanya
memakai hijab besar? seperti kabar angin yang ia dengar, banyak perusahaan yang
enggan menerima karyawan jika memakai hijab besar karena ditakutkan ia seorang
teroris.
Sejenak ruangan itu memilu, hingga kami membubarkan diri dan pulang ke
rumah masing-masing. Setiba di rumah siti diam seribu bahasa, tak seperti hari
kemarin, Siti pulang lebih cepat. Hingga menimbulkan beberapa pertanyaan dari
adik Siti yaitu Herman namanya.
“ Kakak udah pulang? Kok
cepat?“ tanya Herman
Herman adalah adik Siti
satu-satunya, saat usia Herman 3 tahun ayah dan ibu mereka meninggal karena
kecelakaan. Saat itu usia Siti 18 tahun. Dan kini usia Herman telah menginjak
umur 15 tahun. Pernah sekali
Herman merajuk “mengapa teman-temannya di jemput orang tua mereka. Mengapa
hanya Herman yang tak ada orang tua dan hanya di jemput kakak saja.“ dan
pertanyaan itu membuat hati Siti pilu, ia harus belajar menjelaskan serta harus
belajar menjadi orang tua buat Herman yang sejak bayi kondisi Herman memang
lemah dikarenakan sejak lahir ia memiliki lemah jantung. Seiring berlalunya
waktu, Hermanpun dapat menerima kenyataan bahwa mereka tak memiliki orang tua.
Dan juga tahu bahwa orang tua kami anak tunggal sehingga tak memiliki saudara
dekat. Hanya nenek dari ayah Siti di kampung yang sudah tua renta yang tak mau
Siti repotkan untuk mengurus adik kecilnya. Tapi entah kenapa tahun ini kondisi
Herman mulai sakit-sakitan sehingga Siti harus giat bekerja agar bisa membiaya
pengobatannya dikarenakan Herman tahun ini lebih sering keluar masuk rumah
sakit.Tapi nyatanya Siti dirumahkan dikarenakan perusahaan yang ia naungi
vailit.
“ Kok kakak pulang
cepat?“ tanya Herman lagi
“ Ya… soalnya kerjaannya
sudah selesai” jawab Siti. Entah selesai dari tugas pekerjaan atau selesai
kerja diperusahaan itu menjadi kalimat rancu untuk Siti tetapi tidak untuk
Herman, menurut Herman kakaknya pulang karena pekerjaannya selesai sehingga
pulang cepat.
“ Kak… besok kalau kakak
kerja pulangnya beli obat ya… soalnya obat Herman habis. “ pinta Herman
Siti hanya senyum tipis
dan getir, ia tak tahu harus berkata apa, tapi yang jelas bagi Siti besok pagi
sekali Siti harus cari kerja baru dan tidak mengatakan pada adiknya jikalau
kakaknya sudah dirumahkan dari perusahaan.
***
Malam berganti malam, bulan berganti bulan sudah 3 bulan Siti mencari
pekerjaan, dan benar adanya mencari pekerjaan begitu sulit, apa lagi Siti
berhijab besar. Terkadang saat ia akan diterima pekerjaan, Siti harus
melepaskan hijabnya. Atau juga harus merubah hijabnya menjadi pendek dan modis.
Entah keras hatinya Siti, siti menolak. Dan tetap mencari pekerjaan lain yang
mau menerima hijabnya. Hingga pasarpun ia lamar sebagai penjaga toko. Tapi
tetap, hasilnya nihil. Hanya tempat pencarian menjadi andalan untuk memenuhi
kebutuhan hidup serta sambilan untuk mencari pekerjaan yang lain yaitu makanan
kecil untuk sarapan pagi lontong sayur. Keputus asaan mulai menerpanya, doa
yang ia panjatkan tiap malam dan pertanyaan-pertanyaan mengenai jodoh, rezeki
dan lain-lain masih dipanjatkan doanya tiap malam. Entah apa maksud dari cobaan
yang Siti hadapi. Dari hilangnya pekerjaan, tak menemukan pekerjaan pengganti
serta kondisi adiknya yang mulai menurun kesehatannya serta harapan sandaran
hati nya terhadap seseorang yang bisa melapangkan hatinya dan menemani hidupnya
segera datang. Hati nya mulai ketir, buliran air mata
terus membasahi kedua pipi dalam doanya. Ia pasrahkah nasibnya pada sang
khalik. Dan berharap maksud terbaik dari ujian yang ia hadapi.
Hari berlalu dengan cepatnya, yang kemarin bulan juli kini berubah
menjadi bulan desember. Hasilnya di awal bulan desember Siti
mendapat pekerjaan, seminggu Siti berkerja kondisi Herman makin hari makin
memburuk. Malam itu, Herman
harus masuk ruang ICU. Tubuhnya mulai membiru, kondisinya makin melemah.
Kesadarannya mulai hilang, suara yang keluar hanya kakak, di mana kakak, kakak
dan kakak...Siti menangis dalam diam, ia tak sanggup melihat kondisi yang
memilukan bagi dirinya. Tapi ia harus bertahan demi adik semata wayangnya.
Ringkihan hati mulai menyayat hatinya. Seakan ajal ingin menjemput Herman.
Terkadang Herman selalu berkata di jemput sama mama. Kepiluan Siti makin
bertambah, takut kehilangan adalah faktor kesedihannya. Ia terus berdoa agar
Herman disehatkan segera.
Tapi apa daya, malam itu.
Awan hitam datang berarak, tepat pukul 21.00 Herman telah di ambil sang khalik,
setelah mengucapkan kalimat syahadat dan menghembuskan nafas terakhir, Herman
pergi dengan cerahnya.
Tinggal Siti yang
berbalut dengan duka, akhirnya Siti mengerti kepergian Herman memberi jawaban
untuk doa-doa nya selama ini. Andai ia tak dirumahkan mungkin Siti akan terus
bekerja, bekerja dan bekerja hingga waktu bersama adiknya yang utama tak
setotal ia berada di rumah. Dan sang khalik menginginkan keprioritas waktu Siti
bersama adiknya sebelum Herman benar-benar di ambil, maka kenapa hingga sampai
usia 30 tahun Siti belum bertemu dengan jodohnya.
***
Setahun setelah kepergian
Herman, akhirnya kesendirian Siti memudar. Teman kantor Siti bernama Bagas menyukai Siti dan
langsung melamar Siti tanpa pacaran. Merekapun menikah dan dikarunia 2 orang
anak kembar. Sekarang Siti tak sendirian lagi, dan keyakinan Siti menjawab
semua tanda tanya akan namanya jodoh, rezeki dan lain lain.
Karena Siti yakin, belum bertemunya Ia dengan jodohnya mungkin ada tahap
yang harus ia lalui. Dan belum bertemunya ia dengan jodohnya bentuk kasih sayang
Allah S.W.T kepada makhluknya walaupun akan menemukan duka dan luka. Karena
dari demikian kesabaran, kesyukuran dan ketabahan itu adalah hasil prioritas
yang akan di gapai, agar mendapatkan nilai yang indah. Berpikir positif adalah
nilai yang baik untuk menjawab maksud dari problematika kehidupan yang ada. Dan
kini, ia mendapatkan jawaban itu. Dan kesunyian dalam hidupnya mendapatkan
akhir kebahagiaan yang tiada terkira. Sepenggal
pena untukmu harapanku.
~~end~~~
by. erni (catatan penaku)
Komentar
Posting Komentar